Padahari Minggu Adven ke-1 ini, kita. kembali berkumpul sebagai suatu umat Allah. yang sehati dan seiman, yang mau memuji dan. menyembah Allah serta menyapa Dia sebagai. 2. fBapa. Kita juga mempersembahkan segala kerja. kita selama sepekan ini, semoga Allah selalu. memberkati niat dan usaha kita.
This research departs from the phenomenon of live streaming mass due to the Covid-19 pandemic. Face-to-face mass activities were eliminated and replaced by using live streaming media. The focus of this research is to see how the value of the communion of people in the Eucharist can be maintained in cyberspace. Researchers used qualitative research methods with a theological reflection approach based on the thoughts of Antonio Spadaro and Anthony Le Duc about cyber theology. The novelty of this research is a theological reflection from the perspective of the teachings of the Catholic Church. The results showed that the people were helped to maintain the value of the Eucharistic communion in the midst of a pandemic. Cyberspace is a forum to strengthen relationships between believers emotionally and spiritually. However, it must be emphasized that cyberspace is only a supplement. This space is needed according to the portion and remains actualized in a real and direct relationship. Research data shows that people feel that they are not enough with live streaming mass. The church needs to help people to reflect more deeply on the relationship between God and humans in cyberspace. Therefore the Church has a tough task after the pandemic ends. AbstrakPenelitian ini berangkat dari fenomen misa live streaming akibat pandemik Covid-19. Kegiatan misa secara tatap muka ditiadakan dan diganti dengan memanfaatkan media live streaming. Fokus penelitian ini melihat bagaimana nilai persekutuan umat di dalam Ekaristi bisa dipertahankan dalam cyberspace. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan refleksi teologis berdasarkan pemikiran Antonio Spadaro dan Anthony Le Duc tentang cybertheology. Kebaruan penelitian ini adalah refleksi teologis dengan sudut pandang ajaran Gereja Katolik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umat dibantu untuk mempertahankan nilai persekutuan Ekaristi di tengah pandemi. Cyberspace menjadi wadah untuk menguatkan relasi antarumat secara emosional dan spiritual. Namun yang harus ditekankan adalah cyberspace hanya suplemen. Ruang ini dibutuhkan sesuai porsinya dan tetap diaktualisasikan dalam relasi nyata dan langsung. Data penelitian menunjukkan umat merasa tidak cukup dengan misa live streaming. Gereja perlu membantu umat untuk merefleksikan lebih mendalam lagi relasi Tuhan dan manusia di dalam cyberspace. Oleh sebab itu Gereja mempunyai tugas berat setelah pandemi berakhir. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia ISSN 2722-8630 online Vol. 1, No. 2 2020 127–142 Persekutuan Umat Allah Di Dalam Cyberspace 1Thomas Onggo Sumaryanto & 2Hariawan Adji 1STFT Widya Sasana Malang, 2Tim Litbang Institut Karmel Indonesia email 1titusajabrandsma Abstract This research departs from the phenomenon of live streaming mass due to the Covid-19 pandemic. Face-to-face mass activities were eliminated and replaced by using live streaming media. The focus of this research is to see how the value of the communion of people in the Eucharist can be maintained in cyberspace. Researchers used qualitative research methods with a theological reflection approach based on the thoughts of Antonio Spadaro and Anthony Le Duc about cyber theology. The novelty of this research is a theological reflection from the perspective of the teachings of the Catholic Church. The results showed that the people were helped to maintain the value of the Eucharistic communion in the midst of a pandemic. Cyberspace is a forum to strengthen relationships between believers emotionally and spiritually. However, it must be emphasized that cyberspace is only a supplement. This space is needed according to the portion and remains actualized in a real and direct relationship. Research data shows that people feel that they are not enough with live streaming mass. The church needs to help people to reflect more deeply on the relationship between God and humans in cyberspace. Therefore the Church has a tough task after the pandemic ends. Keywords fellowship, Eucharist, cyberspace, live streaming Abstrak Penelitian ini berangkat dari fenomen misa live streaming akibat pandemik Covid-19. Kegiatan misa secara tatap muka ditiadakan dan diganti dengan memanfaatkan media live streaming. Fokus penelitian ini melihat bagaimana nilai persekutuan umat di dalam Ekaristi bisa dipertahankan dalam cyberspace. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan refleksi teologis berdasarkan pemikiran Antonio Spadaro dan Anthony Le Duc tentang cybertheology. Kebaruan penelitian ini adalah refleksi teologis dengan sudut pandang ajaran Gereja Katolik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umat dibantu untuk mempertahankan nilai persekutuan Ekaristi di tengah pandemi. Cyberspace menjadi wadah untuk menguatkan relasi antarumat secara emosional dan spiritual. Namun yang harus ditekankan adalah cyberspace hanya suplemen. Ruang ini dibutuhkan sesuai porsinya dan tetap diaktualisasikan dalam relasi nyata dan langsung. Data penelitian menunjukkan umat merasa tidak cukup dengan misa live streaming. Gereja perlu membantu umat untuk merefleksikan lebih mendalam lagi relasi Tuhan dan manusia di dalam cyberspace. Oleh sebab itu Gereja mempunyai tugas berat setelah pandemi berakhir. Kata Kunci persekutuan, Ekaristi, cyberspace, live streaming Pendahuluan Surat Edaran Kementerian Kesehatan SE Kemenkes tanggal 16 Maret 2020 berisi tentang bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah. Situasi pandemi Covid-19 merupakan bencana internasional. Karena penularan penyakit terjadi dalam skala besar, pemerintah melakukan pembatasan sosial berskala besar. Semua kegiatan dilakukan dari rumah 128 termasuk ibadat. Gereja Katolik Indonesia juga menyadari hal yang sama. Sejak pertengahan Maret 2020, keuskupan-keuskupan melakukan misa live streaming. Misa tatap muka memiliki resiko besar jika tetap dilaksanakan di situasi pandemi. Umat yang berkumpul memiliki kemungkinan besar saling tertular. Misa live streaming menjadi solusi untuk membantu pemerintah menghentikan penularan Covid-19. Kegiatan misa live streaming masih berjalan sampai Desember 2020. Dengan kata lain hampir seluruh tahun 2020, umat harus mengikuti misa live streaming. Gereja menggunakan bantuan dari berbagai platform seperti Youtube, Zoom, dan sebagainya. Hal ini merupakan fenomena baru dalam sejarah Gereja. Namun di tengah situasi ini, Gereja memiliki kesempatan dan tantangan baru dalam melihat peran internet di dalam tubuh Gereja. Situasi pandemi mendorong Gereja untuk merefleksikan perkembangan dunia. Fenomena pandemi dan misa live streaming membawa perubahan pada perkembangan iman manusia. Secara khusus, manusia berelasi dengan Allah dengan bantuan internet. Internet menjadi bagian dari kehidupan beriman pandangan baru ini membutuhkan sebuah dasar refleksi teologis. Relasional manusia dan Allah dalam misa live streaming terjadi di dalam cyberspace. Dalam bahasa Indonesia, cyberspace dapat diterjemahkan sebagai dunia maya. Di satu sisi istilah cyberspace belum memiliki definisi yang jelas untuk diterima secara global. Ruang siber cyberspace merupakan sebuah lingkungan abstrak yang tercipta karena jaringan internet. Manusia bisa berinteraksi satu sama lain di dalam sebuah lingkungan abstrak. Interaksi ini disebut relasi online. Cyberspace sering dikaitkan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Namun fenomena pandemi memberikan sebuah pemahaman baru bahwa kehidupan beriman manusia juga mendapatkan tempat baru yaitu cyberspace. Misa live streaming menjadi salah satu bukti bahwa manusia berdoa kepada Allah dengan bantuan jaringan internet. Persekutuan umat Allah dijalankan di dalam lingkungan baru. Penelitian ini berusaha untuk membantu memberikan refleksi teologis tentang persekutuan umat Allah di dalam misa live streaming. Refleksi ini dibutuhkan untuk menjawab situasi khusus pandemi. Gereja Katolik Indonesia perlu menunjukkan bagaimana umat Allah hidup sebagai satu persekutuan dengan Allah pada situasi apa pun. Misa live streaming bisa dikatakan sebagai sebuah kesempatan untuk merefleksikan kembali peran teknologi dalam kehidupan menggereja. Rumusan masalah yang dijawab dalam tulisan ini adalah bagaimana nilai persekutuan bisa dipertahankan dalam misa live streaming? Antonio Spadaro, Cybertheology, ed. Maria Way New York Fordham University Press, 2014, 2. U M Mbanaso dan E S Dandaura, “The Cyberspace Redefining A New World,” IOSR Journal of Computer Engineering 17, no. 3 2015 18. Mbanaso dan Dandaura, “The Cyberspace Redefining A New World.” 129 Ada beberapa penelitian yang memiliki kesamaan dengan penelitian dan kawan-kawan meneliti fenomena ibadah di rumah dengan pendekatan menyatakan bahwa ibadah melalui aplikasi menjadi cara untuk memudahkan umat dalam menjalin persekutuan di dalam Kristus yang selama masa melihat penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk menjawab situasi khusus. Dalam tulisan ini, penulis akan menggunakan sudut pandang yang berbeda. Fenomena misa live streaming dianalisis dengan bertitik tolak pada ajaran Gereja Katolik. Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teologis. Penulis menggunakan data untuk melihat fenomena misa live streaming dari hasil penelitian Tim Litbang Institut Karmel Indonesia IKI. IKI menggunakan bantuan google form yang disebarkan melalui media sosial pada 22 -24 Mei 2020. Kemudian penulis menganalisisnya dengan bantuan pemikiran Antonio Spadaro dan Anthony De Luc tentang pendasaran ajaran Gereja Katolik penulis menggunakan 2 dokumen Gereja yaitu Surat Ensiklik Paus Yohanes II tentang Ecclesia de Eucharistia Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja dan Surat Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial tentang Gereja dan Penelitian Cybertheology Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial mengeluarkan sebuah dokumen Gereja dan Internet pada 2 Februari 2002. Gereja sangat menghargai dan mensyukuri penemuan ini dilihat sebagai anugerah besar. Internet sangat membawa perubahan besar bahkan bisa dikatakan sebagai sebuah revolusi baru. Dampak internet sangat terlihat di dalam komunikasi antarmanusia. Roedy Silitonga, “Respon Gereja Atas Pandemik Corona Virus Desease 2019 dan Ibadah Di Rumah,” Manna Rafflesia 6, no. 2 April 2020 86–111; Hasahatan Hutahaean, Bonnarty Steven Silalahi, dan Linda Zenita Simanjuntak, “Spiritualitas Pandemik Tinjauan Fenomenologi Ibadah Di Rumah,” Evangelikal Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat 4, no. 2 Agustus 1, 2020 234, diakses September 30, 2020, Fransiskus Irwan Widjaja et al., “Menstimulasi Praktik Gereja Rumah di tengah Pandemi Covid-19,” Kurios Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 6, no. 1 April 30, 2020 127–139, diakses September 30, 2020, Hutahaean, Silalahi, dan Simanjuntak, “Spiritualitas Pandemik Tinjauan Fenomenologi Ibadah Di Rumah.” Anthony Le Duc, “Cyber / Digital Theology Rethinking about Our Relationship with God and Neighbor in the Digital Environment Electronic copy available at Electronic copy available at Religion and Social Communication Bibliography 2009 134; Spadaro, Cybertheology. John Paul II, “Ecclesia de Eucharitia”; Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Gereja dan Internet, ed. Komisi Waligereja Indonesia Jakarta Dokpen KWI, 2002. Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Gereja dan Internet. 130 Gereja melihat bahwa komunikasi menjadi hakikat dalam menciptakan communio. Allah sendiri berkomunikasi dengan manusia melalui perantaraan Putera-Nya. Komunikasi ini merupakan pewartaan karya keselamatan kepada semua manusia. Oleh sebab itu komunikasi yang dilakukan oleh Gereja harus memegang teguh prinsip ini. Jika Gereja menggunakan internet sebagai media komunikasi, Gereja harus mampu membawa Kerajaan Allah dan pengaruh positif kepada dunia. Internet dilihat sebagai sebuah kesempatan besar. Gereja juga dituntut untuk memahami internet sebagai media komunikasi sosial. Hal yang menarik dari dokumen ini, Dewan Komunikasi Sosial sudah mengingatkan seluruh anggota Gereja sebuah kesempatan besar yang terjadi pada masa pandemi ini. Gereja bisa mendapatkan banyak keuntungan dalam perspektif religius. Umat diberi kemudahan akses untuk mengetahui peristiwa keagamaan, gagasan dan ajaran Gereja, dan mendapatkan katekese. Semakin pesat perkembangan media sosial, Gereja harus mampu melihat kesempatan untuk beribadat bagi orang-orang yang terpaksa harus tinggal jauh dari rumah atau lembaga Spadaro menegaskan bahwa internet menjadi sebuah ruang eksistensial yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari manusia. Internet memberikan sebuah ruang yang bisa disebut sebagai ruang siber cyberspace. Anthony Le Duc sendiri melihat perkembangan ini merupakan sebuah kesempatan untuk merefleksikan kembali peran relasi manusia dan tokoh ini berusaha untuk mengangkat tema cybertheology sebagai teologi kontekstual pada era digital ini. Era digital memberikan pengaruh besar terhadap iman manusia. Hal ini yang menjadi konteks baru untuk berteologi. Cybertheology menjadi sebuah refleksi sistematis untuk melihat transformatif besar dalam pengaruh dunia digital dalam semua dimensi kehidupan beriman manusia. Refleksi ini akan menolong manusia untuk hidup sebagai pengikut Kristus di dalam cyberspace. Umat Allah tetap menjaga imannya sekaligus bisa menjawab tantangan perkembangan cepat karena kelahiran internet. Le Duc menekankan bahwa kelahiran internet bukan hanya sekedar penyebaran informasi yang cepat, tetapi bagaimana setiap manusia masuk ke dalam sebuah relasi online tidak hanya direfleksikan secara sosiologis tetapi juga spiritualis dan teologis. Relasi ini terjadi di dalam cyberspace. Bahkan cyberspace sekarang diartikan sebagai the notional environment lingkungan yang abstrak. Karena keterbukaan yang luas, cyberspace memberikan kesempatan besar kepada manusia untuk mengenal siapa itu Tuhan. Sebagai contohnya, dengan bantuan google manusia Anthony Le Duc, “Cybertheology Theologizing in the Digital Age,” SSRN Electronic Journal, no. January 2016 2017 3. Le Duc, “Cybertheology Theologizing in the Digital Age.” Duc, “Cyber / Digital Theology Rethinking about Our Relationship with God and Neighbor in the Digital Environment Electronic copy available at Electronic copy available at 131 bisa mencari banyak informasi tentang siapakah itu Tuhan. Pada jaman sebelumnya, umat sangat bergantung pada pastor yang berada di paroki terdekat. Jarak pun sudah diatasi. Setiap umat sekarang mendapatkan kesempatan emas untuk memperkaya refleksinya akan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Search engine seperti Google memberikan cara kerja menarik untuk memahami siapa itu Tuhan. Mesin ini menggunakan pencarian kata secara semantik. Manusia cukup mengetik kata Tuhan, search engine akan memberikan banyak pilihan infomasi tentang Tuhan. Memang di satu sisi ada kelemahan dalam metode ini yaitu manusia tidak bisa memberikan kebenaran isi informasi yang diterima secara langsung dan tepat. Namun kemampuan search engine membuat gagasan tentang Tuhan semakin kaya dan luas. Kesempatan ini dianalogikan sebagai metapora kehadiran Tuhan dan sebuah jalan untuk mengenal Tuhan di dalam suasana baru waktu dan ruang. Selanjutnya, Gereja harus mampu membangun relasi interpersonal di dalam cyberspace. Kunci konsep relasi ini bukan lagi sebuah kehadiran presence tetapi koneksi connection. Jika manusia hadir, tetapi tidak terkoneksi, manusia hidup sendiri. Gereja harus mampu menghindari relasi dangkal seperti mental “friends” atau “followers”. Relasional online tidak selalu digambarkan sebagai pelarian dari kehidupan nyata tetapi sebuah simbol keinginan terdalam manusia yaitu berkomunikasi dengan sesama dan Tuhan. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati Luk 1025-37 bisa menjadi jadi dasar relasional online. Dalam kisah ini ditunjukkan bagaimana orang Samaria tidak memedulikan asal usul orang yang ia tolong. Dia tidak peduli dengan suku atau agamanya. Dia melihat ada manusia yang membutuhkan pertolongan. Dengan kata lain, orang Samaria mampu melihat sesamanya sebagai manusia sama seperti dirinya sendiri. Perumpamaan ini mau menegaskan bahwa cyberspace harus menjadi sebuah tempat di mana semua orang di dunia ini semakin menjunjung tinggi kemanusiaan. Manusia semakin dibantu untuk memiliki pandangan seperti orang Samaria. Karena keterbukaan, manusia bisa mengenal satu sama lain. Hingga akhirnya manusia bisa melihat sesamanya sebagai manusia. Cyberspace diharapkan bisa melampaui batas-batas diskriminasi. Lalu bagaimana dengan kekurangan dari cyberspace? Relasi dan kontak fisik tetap menjadi hal utama dalam proses komunikasi. Hal ini tampak dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati. Orang Samaria melakukan kegiatan fisik untuk menolong sesamanya. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belaskasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan… Luk 1033-35 132 Relasional tetap diperkuat dengan dimensi fisik. Apa yang dilakukan oleh orang Samaria merupakan sebuah analogi bagaimana manusia harus berelasi di dalam cyberspace. Manusia dibantu untuk melihat sesamanya melalui internet. Internet membantu setiap manusia untuk terhubung dalam dimensi spiritual dan emosional. Akhirnya semua koneksi ini menjadi utuh dan diaktualisasikan di dalam dunia nyata. Cyberspace memberikan sebuah dimensi baru dalam relasional interpersonal. Namun ada batasan nyata untuk menjalin relasi tersebut. Cyberspace menjadi suplemen dalam relasi suplemen ini bisa dibandingkan multivitamin. Manusia membutuhkan beberapa vitamin untuk menjaga kesehatan. Namun jumlah vitamin yang diperlukan harus sesuai porsinya. Kelebihan vitamin justru akan merusak tubuh. Relasi interpersonal di dalam cyberspace tidak boleh berlebihan. Gereja harus mampu membawa relasional interpersonal di dalam komunitas nyata kristiani. Antonio Spadaro menekankan kembali bahwa komunikasi merupakan esensi gereja. Setiap pewahyuan dan halaman dalam kitab suci adalah komunikasi. Gereja menyadari bahwa ada peran internet dalam komunikasi. Spadaro menekankan posisi Gereja bukan mengajarkan untuk menggunakan internet tetapi bagaimana manusia bisa hidup di dalamnya sesuai dengan panggilan kristiani. Relasional yang dibentuk dari komunikasi Gereja harus memberikan warna tersendiri bagi dunia. Konektivitas dalam cyberspace bisa menjadi analogi relasional di dalam persekutuan umat Allah. Semua orang terkoneksi dan bisa berelasi melalui jaringan. Dengan sistem ini, Gereja terbantu pula terkoneksi sekaligus hadir bagi semua orang. Namun yang membedakan cyberspace dan gereja adalah Roh Kudus. Relasional dalam persekutuan umat Allah merupakan hadiah Roh Kudus. Hanya dengan karunia-Nya, semua anggota Gereja dapat bersatu. Apakah relasional ini ditemukan di dalam misa live streaming? Spadaro mengajak gereja untuk merefleksikan fenomena ini. Konteks fenomena ini adalah masuknya peran teknologi dalam perayaan iman satu contohnya adalah penggunaan mikrofon dalam perayaan misa. Mikrofon sangat membantu perayaan ini karena membuat suara imam dapat didengar secara jelas oleh banyak umat. Memang harus diingat komunikasi dalam liturgi sangat penting. Teknologi ini dilihat sebagai pendukung komunikasi gereja. Keunggulan teknologi ini adalah tidak menghilang aspek hic et nunc perayaan misa atau ekaristi. Lalu bagaimana dengan penggunaan internet? Apakah mungkin umat berdoa di dalam cyberspace? Dengan media live streaming atau siaran langsung, aspek hic et nunc dapat dipertahankan. Namun Antonio Spadaro menyatakan bahwa Gereja Katolik menyatakan bahwa secara antropologis realitas virtual tidak bisa menggantikan realitas riil. Dengan kata lain tidak ada realitas sakramental di dalam realitas virtual. Gereja Katolik tidak mengenal adanya sakramen virtual. 133 Meskipun demikian, Antonio tetap mengingatkan bahwa masih ada kemungkinan untuk merefleksikan lebih lanjut bentuk-bentuk devosi digital. Devosi digital ini merupakan perkembangan dari persekutuan spiritual yang bisa dijalin di dalam cyberspace. Pengalaman religius di dalam cyberspace menjadi mungkin karena rahmat Allah semata. Namun beliau menekankan pelaksanaan devosi digital harus melalui proses refleksi yang cukup panjang dengan melihat ajaran Gereja dan Tradisi. Misa/Ekaristi sebagai Lambang Persekutuan Umat Allah Ekaristi adalah sumber dan puncak kehidupan kristiani. Gereja merayakan misteri paskah Yesus Kristus di dalam Ekaristi. Paskah merupakan puncak karya keselamatan Allah dan akhirnya paskah juga menjadi pusat seluruh perayaan liturgi gereja. Perlu diingat bahwa Gereja lahir dari misteri umat merayakan Ekaristi, kelahiran Gereja selalu dirayakan pula. Misteri ini disebut Ecclesia de Eucharistia. Gereja tetap setia untuk melaksanakan perintah Tuhan. Yesus meminta para murid-Nya untuk mengulangi perbuatan dan perkataan-Nya sampai ia datang kembali 1 Kor 1126. Perintah ini bertujuan agar para rasul dan penggantinya merayakan secara liturgi kenangan akan Kristus, hidup-nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan akan pembelaan-Nya bagi manusia di depan Allah. Kisah jemaat perdana Kis 242-46 menjadi sebuah bukti bahwa Gereja tetap setia kepada perintah Tuhan sejak awal. Ekaristi adalah adalah harta paling berharga yang dapat dimiliki Gereja dalam perjalanannya melalui sejarah. Paus Yohanes Paulus II melihat bahwa Ekaristi merupakan rahmat besar dari Yesus Kristus. Dia menyatakan bahwa Ekaristi merupakan hadiah par excellence. Dalam perayaan ekaristi, manusia bisa merayakan penyerahan diri Kristus sepenuhnya untuk keselamatan manusia. Perayaan misteri mengatasi segala waktu dan umat diajak untuk mengambil bagian dalam kehidupan abadi bersama Kristus. Ekaristi memiliki kekayaan rohani. Banyak refleksi Gereja mengungkapkan bagaimana Ekaristi mewarnai kehidupan umat. Ekaristi adalah doa resmi Gereja. Umat bersyukur, mengenangkan karya keselamatan Tuhan, dan Tuhan sendiri hadir di dalamnya. Cara kehadiran Tuhan dalam rupa Ekaristi Tubuh dan Darah Kristus bersifat khas. Dia hadir secara khas dalam Sabda-Nya yang dibacakan dan perubahan roti dan anggur. Dengan tegas Gereja menekankan bahwa Sabda Kristus dan kuasa Roh Kudus bekerja begitu kuat, sehingga terjadi perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. E Martasudjito Pr, Liturgi Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi Yogyakarta Kanisius, 2011, 101. John Paul II, “Ecclesia de Eucharitia.” Katekismus Gereja Katolik, Kompendium katekismus gereja katolik, 2013, chap. 1341. John Paul II, “Ecclesia de Eucharitia.” 134 Perayaan Ekaristi memiliki dua kerangka besar yaitu ibadat sabda dan upacara Ekaristi. Dalam ibadat sabda, Gereja mendengarkan bacaan sabda, homili, dan dilanjutkan dengan doa umat. Dalam upacara Ekaristi, persembahan roti dan anggur dikonsekrasikan menjadi Tubuh Kristus dan dibagikan kepada umat. Roti dan anggur yang telah dikonsekrasi sering disebut dengan komuni. Ekaristi diarahkan seluruhnya kepada persatuan erat dengan Kristus melalui yang menerima komuni akan disatukan lebih erat dengan Kristus. Dalam perjamuan ini kesatuan Tubuh Mistik semakin diperkuat. Dengan demikian Ekaristi membangun Gereja. Konsili Vatikan II menunjukkan realitas yang sangat indah bahwa jemaat yang berhimpun di sekitar altar Tuhan atau yang sedang merayakan Ekaristi adalah Gereja Kristus Tubuh Mistik Kristus. Tubuh Mistik Kristus merupakan lambang persekutuan umat Allah. Umat yang berkumpul dalam perayaan liturgi merupakan umat kudus yang berhimpun dan diatur di bawah para orang dalam perayaan Ekaristi memiliki keterlibatannya sesuai dengan tingkatan dan perannya. Pemimpin misa adalah pelayan tertahbis, petugas liturgi yang melibatkan umat awan, dan umat beriman pada umumnya. Oleh sebab itu, misa harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah atau norma liturgi supaya menjamin perayaan ini menjadi benar-benar ungkapan Misteri Paskah dan hakikat Gereja yang sejati. Selanjutnya kekuatan rohani Ekaristi yang didapatkan oleh umat memiliki konsekuensi berat dalam kehidupan sehari-hari. Saat merayakan Ekaristi, umat ikut mencicipi liturgi surgawi. Perayaan ini bersifat partisipatif dalam perayaan liturgi surgawi. Hal ini merupakan dimensi eskatologis yaitu jaminan kemuliaan yang akan datang pada akhir zaman. Akhirnya Gereja juga mempunyai tanggung jawab untuk membangun Kerajaan Allah dalam kehidupan Penelitian Tim Litbang Institut Karmel Indonesia Total responden berjumlah 2029 orang. Responden terbanyak adalah usia antara 18-25 tahun 29,17%. Selain itu banyak juga responden berusia di atas 45 tahun 25,45%. Katekismus Gereja Katolik, Kompendium katekismus gereja katolik. Martasudjito Pr, Liturgi Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi. Katekismus Gereja Katolik, Kompendium katekismus gereja katolik. Martasudjito Pr, Liturgi Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi. Martasudjita “UNIVERSALITAS EKARISTI Tinjauan Teologis Atas Ciri Kosmik, Sosial dan Kulturalnya,” Jurnal Teologi 3, no. 1 2014 56. John Paul II, “Ecclesia de Eucharitia.” 135 Grafik 1 Jumlah Usia Responden Tim Litbang Institut Karmel Indonesia memaparkan bahwa 60 % responden merasa prihatin dan sedih dengan situasi pandemi yang membuat mereka harus mengikuti misa live streaming. Mereka kecewa dan merasa tidak nyaman karena ditiadakannya misa di Gereja. Responden sebanyak 35 % menyatakan bahwa mereka telah menerima situasi akibat pandemi ini. Dengan kata lain mereka telah berdamai dengan situasi sedangkan 5 % responden menyatakan bahwa merasa biasa-biasa saja. Grafik 2 Tanggapan Responden tentang Pandemi Tingkat partisipasi responden dalam misa sebelum masa pandemi cukup tinggi. Sebanyak 72 % responden menyatakan bahwa mereka selalu berpartisipasi dalam misa hari Minggu. Responden sebanyak 22 % menyatakan hampir selalu mengikuti misa dan sisanya sekitar 6 % menjawab kadang-kadang, jarang, sangat jarang, dan tidak pernah berpartisipasi dalam misa mingguan. 60%35%5%0%10%20%30%40%50%60%70%Prihatin dan sedih Menerima situasi Biasa-biasa sajaTanggapan Responden tentang Dampak Pandemi 136 Grafik 3 Tingkat Partisipasi Responden Sebanyak 68 % dari mereka yang menjawab selalu dan hampir selalu berpartisipasi dalam misa mingguan mengatakan bahwa alasan mereka berpartisipasi dalam misa adalah karena sadar akan kebutuhan mereka akan misa, 18 % mengatakan bahwa alasan mereka adalah karena mengikuti kewajiban agama, dan sisanya, sebanyak 14 % mengatakan bahwa mereka mengikuti misa karena alasan-alasan lain, misalnya dipaksa oleh orangtua, diajak teman, dan merasa malu bila sebagai orang Kristen tidak berpartisipasi dalam misa. Grafik 4 Alasan Partisipasi dalam Misa Sebelum Pandemi Saat perayaan misa menjadi live streaming, tingkat partisipasi menjadi lebih rendah. Hanya 58 % responden mengatakan bahwa mereka selalu berpartisipasi dalam misa mingguan dan hanya 18 % mengatakan bahwa mereka hampir selalu berpartisipasi. Penurunan yang cukup tajam bila dibandingkan dengan tingkat partisipasi dalam misa fisik di Gereja. 72%22%6%0%10%20%30%40%50%60%70%80%Selalu Hampir Selalu Kadang-kadang, jarang, tidak pernahTingkat Partisipasi Umat Sebelum Pandemi68%18% 14%0%10%20%30%40%50%60%70%80%kesadaran diri kewajiban agama dipaksa, diajak, dan maluAlasan Berpartisipasi dalam Misa Sebelum Pandemi 137 Grafik 5 Perbandingan Sebelum dan Sesudah Pandemi Ketika jawaban responden ini diteliti lebih lanjut berdasarkan usia responden, ternyata penurunan terbesar adalah responden yang berusia di bawah 18 tahun, berusia antara 18 sampai 25 tahun dan antara 25 sampai 35 tahun. Untuk responden yang berusia di antara 35-45 tahun dan di atas 45 tahun, tingkat partisipasi menurun tetapi tidak melebihi 15 %. Para responden 89% tidak menyukai misa live streaming. Mereka mengungkapkan ada 3 alasan tidak menyukai misa yaitu tidak bisa menerima komuni fisik, suasana kurang mendukung, dan permasalahan internet. Alasan tidak bisa menerima komuni fisik menjadi yang tertinggi. Grafik 6 Alasan Responden yang tidak menyukai Misa Live Streaming Jika kita melihat para responden 11% yang menyukai misa live streaming, ada 3 alasan juga yaitu adanya berbagai pilihan jadwal, pemimpin misa, dan lebih santai. Pembahasan Berdasarkan data penelitian, situasi pandemi memberikan sebuah kesempatan untuk melihat kembali makna perayaan Ekaristi. Para responden merasa kecewa dan prihatin karena 72%22%6%58%18% 24%0%10%20%30%40%50%60%70%80%Selalu Hampir Selalu Kadang-kadang, jarang, dan tidakpernahSebelum Pandemi Sesudah Pandemi46%34%20%0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%Tidak bisa menerima komuni fisik Suasana kurang mendukung Permasalahan InternetAlasan Tidak Menyukai Misa Live Streaming 138 tidak bisa lagi mengikuti misa secara normal. Semuanya harus dilakukan di rumah. Jelas ada perubahan suasana yang cukup tajam. Suasana rumah dianggap kurang mendukung perayaan Ekaristi. Gedung gereja menjadi tempat semua umat berkumpul dan berdoa. Perkumpulan mereka ini merupakan lambang persekutuan. Para umat berkumpul untuk mengenangkan misteri paskah. Tentu saja ada kenyamanan berdoa bersama jemaat lainnya. Jika mereka mengikuti misa live streaming, umat hanya bisa berkumpul dengan keluarga satu rumah atau mungkin hanya sendirian saja. Perayaan Ekaristi di gedung gereja sangat didukung oleh sacred space. Gereja didesign sedemikian rupa dengan konsep hirarki tatanan ruang gereja Katolik sehingga membantu semua umat untuk berdoa. Mungkin saja ada beberapa umat yang tidak merasakan scared space di dalam rumahnya sendiri. Kita harus mengingat bahwa situasi pandemi adalah situasi luar biasa extraordinary. Misa live streaming menjadi solusi paling tepat untuk permasalahan pandemi. Dengan cara ini, umat bisa membantu pemerintah untuk mencegah penyebaran virus sekaligus tetap bisa merayakan Ekaristi. Gereja memilih untuk melaksanakan ibadah di rumah sebagai bentuk tanggapan cepat atau darurat. Internet sangat membantu mengatasi permasalahan situasi pandemi. Gereja Katolik sekarang merayakan Ekaristi di dalam cyberspace. Para pengurus Gereja menyiapkan segala alat bantu supaya umat dapat mengikuti perayaan ini. Situasi pandemi justru menyadarkan kita bahwa internet adalah rahmat. Dengan internet, kita bisa berdoa bersama dalam suatu ruang siber meskipun itu tidak riil. Peristiwa ini dapat dilihat sebagai campur tangan Allah di dalam cyberspace. Umat tetap dapat merayakan Ekaristi bersama meskipun berada di tempat yang berbeda. Semua umat hadir dan terkoneksi. Nilai persekutuan umat masih tetap dipertahankan. Internet tetap membantu manusia untuk menjadi satu persekutuan secara emosional dan spiritual. Inilah nilai positif yang Gereja dapatkan di masa pandemi. Dewan Kepausan Komunkasi Sosial mengingatkan bahwa Gereja adalah communio. Gereja merupakan persekutuan orang-orang dan komunitas Ekaristis yang berasal dari dan mencerminkan persekutuan Allah Tritunggal Mahakudus. Setiap anggota Gereja harus mampu berkomunikasi. Komunikasi ini juga dilaksanakan di dalam perayaan Ekaristi. Allah berkomunikasi dengan umat-Nya melalui Gereja. Umat Allah pun berkumpul di dalam Ekaristi untuk berkomunikasi dengan Allah Sang kasus pandemi, umat berkomunikasi bersama Gereja dan Allah dengan bantuan cyberspace. Namun yang perlu diperhatikan adalah cyberspace hanya menjadi suplemen dan penolong di situasi khusus. Realitas virtual tidak dapat menggantikan realitas Ekaristi secara Nita Dwi Estika et al., “Makna Kesakralan Gereja Katolik,” Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 6, no. 3 Desember 2017 196. Silitonga, “Respon Gereja Atas Pandemik Corona Virus Desease 2019 dan Ibadah Di Rumah.” Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Gereja dan Internet. Elvin Atmaja Hidayat, “Mengalami Sang Misteri Melalui Liturgi Suci Menggali Pesan Pastoral Berdasarkan Telaah Historis-Teologis,” Jurnal Filsafat-Teologi Logos 14, no. 1 2017 51–52. 139 langsung dan seketika. Relasi online tidak bisa menggantikan peran utama relasi fisik dan langsung. Anthony de Luc sudah menegaskannya dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati. Relasi antarmanusia dikuatkan dalam dimensi spiritual dan emosional namun harus diaktualisasi dalam kehidupan nyata. Dewan Komunikasi Sosial juga menegaskan bahwa realitas virtual tidak bisa menggantikan kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi. Pengalaman religius manusia tidak bisa dibatasi hanya ada di dalam cyberspace. Apa yang dirasakan di dalamnya, realitas dan interaksi di dunia nyata tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Gereja Katolik perlu melakukan studi dan refleksi yang mendalam tentang relasi baru responden juga menyatakan bahwa salah satu kekurangan adalah tidak bisa menerima komuni secara fisik roti dan anggur yang telah dikonsekrasikan. Pada misa live streaming, pembagian komuni diganti dengan komuni batin/rindu/spiritual. Komuni batin berbeda dengan komuni sakramental fisik. Dalam komuni batin, umat menerima kehadiran Kristus dengan kerinduan penuh. Praktik ini biasanya dilakukan oleh beberapa orang yang tidak bisa menerima komuni sakramental seperti orang yang mengalami dosa berat, memiliki halangan, atau juga karena adanya sakit berat. Misa live streaming sangat mendukung pelaksanaan komuni batin ini. Jaringan internet membantu semua umat untuk menyambut Kristus secara spiritual dan emosional. Komuni batin juga merupakan lambang kesatuan Tubuh Mistik Kristus. Orang yang menerima komuni akan disatukan lebih erat dengan Kristus. Inilah yang dinamakan persekutuan spiritualitas. Praktek persekutuan spiritualitas sudah lama dilaksanakan dalam tradisi Gereja. Paus Yohanes Paulus II membuktikan hal ini dengan mengutip perkataan Nicholas Cabasilas, seorang mistikus Bizantin dan Santo di Gereja Ortodoks Timur. Misteri persekutuan dari Sakramen Ekaristi amatlah sempurna, tidak seperti sakramen lainnya, sehingga menghantar setiap orang yang menerimanya dengan layak ke puncak segala hal yang baik; di mana hal ini merupakan tujuan akhir setiap keinginan manusia, karena seseorang menggapai Tuhan dan Tuhan mengikatkan dirinya sendiri kepada orang tersebut dalam persatuan yang paling ini menjadi asal mula tradisi komuni batin. Komuni disambut dengan penuh kerinduan. Paus Yohanes Paulus II hanya ingin Gereja terus menanamkan kerinduan ini di dalam hati setiap umat. Santa Teresia dari Yesus memberikan sebuah nasehat penting tentang komuni batin. Dia mengatakan bahwa “Bila kalian menghadiri Misa tanpa komuni, kalian bisa menerima komuni secara rohani yang sangat bermanfaat; dan sesudahnya kalian bisa mempraktikkan keterpusatan batin dengan cara yang sama, karena ini dapat menimbulkan cinta yang mendalam kepada Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial, Gereja dan Internet. John Paul II, “Ecclesia de Eucharitia.” 140 Tuhan dalam hati kita.”Dengan kata lain, misa live streaming sebenarnya tidak mencegah umat untuk memiliki cinta Tuhan yang mendalam. Kehadiran Kristus di dalam Ekaristi juga nampak di dalam Sabda Allah yang dibacakan. Dalam perayaan Ekaristi, Gereja dibawa sekaligus ke meja Sabda Allah dan meja Tubuh Kristus. Kehadiran Kristus dalam ibadat sabda ditandai dengan pewartaan Sabda Injil menjadi puncak ibadat Sabda. Kehadiran-Nya melalui Sabda diharapkan umat akan memperoleh kekuatan rohani untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Secara khusus, umat dikuatkan untuk menjadi utusan-Nya di dunia. Dalam data penelitian, responden tidak mengeluhkan pelaksanaan ibadat Sabda dalam Ekaristi. Namun penelitian ini membutuhkan penelitian yang lebih mendalam lagi. Di sisi lain pewartaan sabda sangat dibantu oleh internet. Para imam dapat mewartakan sabda melalui cyberspace. Rahmat Allah bekerja melampaui ruang dan waktu. Oleh sebab itu, semua umat perlu menyadari hal ini. Allah juga mampu hadir melalui cyberspace. Sabda yang kita dengarkan melalui bantuan jaringan juga menunjukkan kehadiran-Nya. Memang di satu sisi, kehadiran-Nya ini dirasakan secara virtual. Dari sisi spiritualitas, bisa dikatakan bahwa Allah menguduskan umat-Nya melalui cyberspace meskipun sifatnya tidak sama dengan perayaan Ekaristi secara normal. Ada berbagai penelitian fenomenologis yang meneguhkan semangat spiritualitas ini. Manusia dapat berjumpa dengan Allah melalui ibadah live streaming. Ibadah di rumah tidak mengurangi kekudusan dan kekhusukan ibadah itu karena Allah hadir di dalam firman yang diberitakan di dalamnya. Refleksi ini hanya bersifat meneguhkan umat dalam situasi terbatas. Umat juga dituntut untuk benar-benar mempersiapkan diri sebelum mengikuti misa live streaming. Misa live streaming tidak bisa menggantikan sakramen Ekaristi namun kita tidak bisa membatasi kehadiran Allah di mana dan kapan saja. Oleh sebab itu, umat perlu untuk membuka hati pada kehadiran Allah yang tak terikat ruang dan waktu. Meskipun ruang virtual tidak bisa menghadirkan realitas sakramental, Gereja perlu merefleksikan peristiwa ini sebagai bukti kehadiran Allah yang khas di cyberspace. Kesimpulan Persekutuan Umat Allah di dalam misa live streaming masih dapat ditemukan di dalam cyberspace. Umat dibantu untuk tetap bisa merayakan misa bersama meskipun tidak bisa hadir secara nyata. Kehadiran virtual ini menjadi sebuah rahmat di tengah pandemi. Rahmat Allah St. Teresa Avila, Jalan Kesempurnaan, ed. Sr. Angelica Maria Pertapaan Shanti Bhuana, 2004. Stephanus Augusta Yudhiantoro, “Evangeliarium dan Pemakluman Injil Simbol dan Puncak Kehadiran Kristus dalam Liturgi Sabda,” MELINTAS 34, no. 3 2019 272–290. Hutahaean, Silalahi, dan Simanjuntak, “Spiritualitas Pandemik Tinjauan Fenomenologi Ibadah Di Rumah.” 141 menebus batas geografis. Meskipun umat merasa tidak nyaman karena suasana yang berbeda, nilai persekutuan masih dapat dipertahankan. Sesuai dengan ajaran Gereja, internet tidak bisa menghadirkan sakramen secara nyata. Realitas virtual tidak bisa mengganti rahmat sakramental. Namun misa live streaming menjadi sebuah solusi tepat dan cepat di situasi luar biasa ini. Cyberspace hanya berperan sebagai suplemen. Umat membutuhkan sebuah penghubung agar tetap terkoneksi satu sama lain secara spiritual dan emosional. Setelah pandemi berakhir, Gereja mempunyai tugas berat. Semua peristiwa ini akan membawa dampak besar bagi perkembangan iman umat. Gereja perlu merefleksikan lebih mendalam bagaimana peran cyberspace bagi persekutuan umat. Fenomena ini telah membuktikan bahwa internet adalah rahmat. Relasi online memberikan sumbangan besar bagi dunia dan Gereja. Namun Gereja perlu mempertahankan esensi persekutuan umat Allah. Relasi online tidak pernah bisa menggantikan relasi riil. Rujukan Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial. Gereja dan Internet. Diedit oleh Komisi Waligereja Indonesia. Jakarta Dokpen KWI, 2002. Duc, Anthony Le. “Cyber / Digital Theology Rethinking about Our Relationship with God and Neighbor in the Digital Environment Electronic copy available at Electronic copy available at Religion and Social Communication Bibliography 2009 134. Le Duc, Anthony. “Cybertheology Theologizing in the Digital Age.” SSRN Electronic Journal, no. January 2016 2017. Martasudjita. “UNIVERSALITAS EKARISTI Tinjauan Teologis Atas Ciri Kosmik, Sosial dan Kulturalnya.” Jurnal Teologi 3, no. 1 2014 51–62. Estika, Nita Dwi, Feni Kurniati, Hanson E. Kusuma, dan F. B. Widyawan. “Makna Kesakralan Gereja Katolik.” Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia 6, no. 3 Desember 2017 195–202. Hidayat, Elvin Atmaja. “Mengalami Sang Misteri Melalui Liturgi Suci Menggali Pesan Pastoral Berdasarkan Telaah Historis-Teologis.” Jurnal Filsafat-Teologi Logos 14, no. 1 2017. Hutahaean, Hasahatan, Bonnarty Steven Silalahi, dan Linda Zenita Simanjuntak. “Spiritualitas Pandemik Tinjauan Fenomenologi Ibadah Di Rumah.” Evangelikal Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat 4, no. 2 Agustus 1, 2020 234. Diakses September 30, 2020. John Paul II. “Ecclesia de Eucharitia.” Katekismus Gereja Katolik. Kompendium katekismus gereja katolik, 2013. 142 Martasudjito Pr, E. Liturgi Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi. Yogyakarta Kanisius, 2011. Mbanaso, U M, dan E S Dandaura. “The Cyberspace Redefining A New World.” IOSR Journal of Computer Engineering 17, no. 3 2015 2278–661. Silitonga, Roedy. “Respon Gereja Atas Pandemik Corona Virus Desease 2019 dan Ibadah Di Rumah.” Manna Rafflesia 6, no. 2 April 2020 86–111. Spadaro, Antonio. Cybertheology. Diedit oleh Maria Way. New York Fordham University Press, 2014. St. Teresa Avila. Jalan Kesempurnaan. Diedit oleh Sr. Angelica Maria. Pertapaan Shanti Bhuana, 2004. Widjaja, Fransiskus Irwan, Candra Gunawan Marisi, T. Mangiring Tua Togatorop, dan Handreas Hartono. “Menstimulasi Praktik Gereja Rumah di tengah Pandemi Covid-19.” Kurios Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 6, no. 1 April 30, 2020 127–139. Diakses September 30, 2020. Yudhiantoro, Stephanus Augusta. “Evangeliarium dan Pemakluman Injil Simbol dan Puncak Kehadiran Kristus dalam Liturgi Sabda.” MELINTAS 34, no. 3 2019 272–290. ... Lingkungan abstrak ini mulai dapat dipahami dalam konteks pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Sumaryanto & Adji, 2021. Akan tetapi, relasi dan interaksi antara Tuhan dan manusia di suatu lingkungan abstrak masih harus mendapatkan penjelasan, terutama terkait efikasi atau daya guna relasi tersebut dalam menghadirkan keselamatan bagi umat manusia. ...... Antara lain, penelitian yang dilakukan Thomas Onggo Sumaryanto dan Hariawan Adji serta Alfonsus No Embu. Thomas Onggo Sumaryanto dan Hariawan Sumaryanto & Adji, 2021mengemukakan bahwa gereja perlu membantu umat untuk merefleksikan atau merenungkan lebih mendalam lagi relasi Tuhan dan manusia dalam cyberspace. Oleh karena itu, gereja memiliki tugas berat setelah pandemi Covid-19 ini berakhir. ... R. F. Bhanu ViktorahadiDuring the Covid-19 pandemic, Catholics in Bandung had difficulty understanding the Sacrament as a means and sign of salvation from God. This difficulty arises because people can only follow and celebrate the Sacraments, especially the Eucharist or Mass online. The absence of direct encounter causes reduction and degradation of appreciation of the efficacy or effectiveness of online Masses as a means and a sign of safety. People desperately need a program that can increase their understanding of the Sacrament's efficacy, especially online Mass. For this reason, the Center for Philosophy, Culture and Religious Studies, Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University CPCReS FF UNPAR Bandung, in collaboration with the Theological Science Community KBI Faculty of Philosophy UNPAR, held an Extention Course Theology ECT. The program that uses the dialogue method is followed by Catholics in Bandung online by involving speakers with theological backgrounds from FF UNPAR. The evaluation results show that the material from this course can increase understanding of the efficacy of the sacrament, especially in this Pandemic Onggo SumaryantoRaymundus I Made SudhiarsaRobert Pius ManikFebri Putra DewaArtikel ini merupakan penelitian untuk merefleksikan fenomena misa live streaming yang terjadi di masa pandemi Covid-19. Fenomena ini bisa menjadi bahan untuk merefleksikan eklesiologi digital yaitu bagaimana model Tubuh Mistik Kristus hidup di dalam cyberspace. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan interpretif-hermeneutis. Peneliti membatasi variabel penelitian ini yaitu Paroki Katedral St. Perawan Maria Gunung Karmel Malang. Pengambilan data akan dilakukan dengan kuesioner, wawancara, dan dokumen-dokumen penting. Tujuan penelitian adalah bagaimana merefleksikan model Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus dalam konteks cyberspace dan pandemi. Hasil penelitian menunjukkan kehidupan paroki Ijen mau tidak mau harus berada dan hidup di dalam jaringan internet. Fenomena ini menghantar Gereja untuk melihat pemaknaan baru konektivitas dalam relasi interpersonal antara Kristus Kepala Tubuh dan anggota-anggota Tubuh-Nya. Konektivitas yang ditekankan yaitu ikatan mistik dalam Kristus Yesus. Ikatan ini berusaha dikuatkan dengan koneksi internet. Dalam dunia digital, kunci relasi interpersonal adalah koneksi. Paroki berusaha menjangkau ikatan spiritual dengan setiap keluarga melalui misa live streaming dan setiap keluarga selalu berusaha untuk terkoneksi dengan parokinya. Penelitian eklesiologi digital ini hanya ingin membuktikan bahwa banyak cara dan jalan untuk tetap menjadi Tubuh Mistik Kristus. Gereja tetap dapat mempertahankan identitasnya di tengah situasi apa Sukmana CorneliusDuring the COVID-19 pandemic, the government issued social distancing rules. As a result, religious life, including the Catholic Church, must adapt to these rules. For this reason, the Jakarta Cathedral Catholic Church is holding the online or live-streaming mass. This mass is experienced as a virtual mass, that is, the people experience a "mass" that is not concrete as if they are experiencing a real mass. This virtual mass experience is an experience of religious hyperreality, an experience that goes beyond the actual reality. This research uses the religious cultural phenomenology method through observation, interviews, literature study, and internet data browsing. The objects of this research are the virtual mass phenomenon and the experience of the people living in the virtual mass. The research results show that the virtual mass phenomenon is becoming more natural, reasonable, and normal, especially during the COVID-19 pandemic. By participating in the virtual Mass, Catholics also become a Virtual TomatalaGod reveals Himself in contextual ways. In revealing Himself, He sets forth to do His will and through His will, God materializes His word. Furthermore, God’s sovereign will is revealed in contextual ways in terms of today’s community life in regards to the history of every human civilation. God’s contextual self disclosure is not just an instrument that is used to display the essence of God, but it is also a method to comprehend His substance. In relation to God’s self disclosure, the contextualized self disclosure of God provides a basis for implementing His mission through bringing and communicating the Gospel to every community context. This concept is thoroughly explained within the discourse about “The contextual approach in doing missions and communicating the Gospel in Post Covid-19 Pandemic era”. This research underlies several important issues. These issues includes First, Contextual Approach in Doing Missions; Second, Contextual Approach in Communicating the Gospel in Post Covid-19 Pandemic era. Hopefully through this discourse there is a broad overview about implementing the Great Commission of Christ Jesus in a contextual way in today’s world specifically in the Post Covid-19 period. ABSTRAKPenyataan TUHAN Allah dalam sejarah adalah kontektual. Penyataan Allah yang kontekstual melibatkan kehendak-Nya yang berdaulat sebagai landasan dari semua tindakan-Nya. Pada sisi lain, penyataan TUHAN yang berdaulat dinyatakan-Nya secara kontektual pada konteks kehidupan kekinian dalam sejarah setiap masyarakat. Penyataan TUHAN yang kontekstual bukan saja sebagai cara penyataan diri-Nya, tetapi sekaligus adalah metode untuk memahami Dia. Dalam kaitan ini, penyataan TUHAN yang kontekstual menyiapkan landasan bagi pelaksanaan misi-Nya dengan menghadirkan dan mengkomunikasikan Injil pada setiap konteks kehidupan masyarakat. Gagasan ini dituangkan melalui diskursus tentang “Pendekatan kontekstual dalam tugas misi dan komunikasi Injil Pasca Pandemi Covid-19” yang mengetengahkan beberapa pokok penting. Pokok-pokok dimaksud antara lain adalah Pertama, Pendekatan Kontektual dalam Gerakan Misi; Kedua, Pendekatan Kontekstual dalam Komunikasi Injil pada Konteks Pasca Pandemi Covid-19. Diharapkan agar diskursus ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan Amanat Agung Yesus Kristus secara kontekstual dalam kondisi dunia kekinian khususnya pada konteks pasca Pandemi emergency situation due to the Covid-19 pandemic has forced Catholics to worship by attending online mass. Although it is seen as a quick and responsive solution for the Church, many have questioned the efficacy or usefulness of online mass as a means and sign of God's salvation for His people. This paper provides an explanation of the efficacy of online mass as a sacrament of salvation by using the text Mark 525-34 about a haemorrhaging woman suffering who received miracles of healing after touching the garment of Jesus. This study was conducted by Narrative Criticism with the Exegetical Symbol Analysis approach. The analogy of the miracle of healing obtained by touching the robe of Jesus provides an understanding that the efficacy of online mass as a sacrament of salvation continues to work even though it is not experienced directly or in distance. Abstrak. Kondisi darurat akibat pandemi Covid-19 memaksa umat Katolik beribadah dengan mengikuti misa secara online. Walaupun dipandang sebagai solusi cepat dan tanggap Gereja, banyak yang mempertanyakan efikasi atau daya guna misa online sebagai sarana dan tanda keselamatan Tuhan bagi umat-Nya. Tulisan ini memberi penjelasan tentang efikasi misa online sebagai sakramen keselamatan dengan menggunakan teks Markus 525-34 tentang perempuan penderita pendarahan yang memeroleh mukjizat penyembuhan setelah menyentuh jubah Yesus. Metode yang digunakan adalah Kritik Naratif dengan pendekatan Eksegese Analisis Simbol. Analogi mukjizat penyembuhan yang diperoleh hanya dengan menjamah jubah Yesus memberikan pemahaman bahwa efikasi misa online sebagai sakramen keselamatan tetap bekerja walaupun tidak dialami secara langsung alias Augusta YudhiantoroThe Eucharist is the Christians’ source of life in faith. In Eucharist, Christians gather to commemorate the presence of the Lord Jesus Christ. Christ's presence in the Liturgy of the Word is marked symbolically with the book of Evangeliary and with the act of proclaiming the Gospel. The meanings of these symbols in the Liturgy of the Word seem to receive less attention by the practice of replacing Eucharist’s readings with other texts on spirituality. The Evangeliary and the act of proclaiming the Gospel hold an important role in the Eucharist as the symbol and the peak of Christ’s presence in the Liturgy of the Word. When liturgically and correctly administered, the liturgy of the Word is the medium for Christ to be present and to speak to the faithful. Roedy SilitongaThe church is present on earth as an extension of the presence of the kingdom of God among humanity. The church is always present to respond to the conditions and situations of the times in a variety of challenges and temptations. But the church always sided with God's sovereignty and will govern and control everything, including the pandemics experienced by humans on this earth. The Church, currently dealing directly with the Covid-19 pandemic, which has worldwide, and its spread is so massive, and its impact is so wide in various sectors of life. The church was sent to bring the peace of Christ in truth and love. That is why the church responds to the appeal of the Government and health protocols from WHO by carrying out church services at home. Worship at home is not an attempt to establish a house church as a new institution. Worship at home is a form of faith that is responsible for the lives of fellow humans, and at the same time as an expression of love for others. Home worship is a service that is held based on the worship and liturgy of a church institution, where the congregation is part of its members. Principles and mechanisms of worship at home are regulated in such a way that using all available and available digital equipment and technology. The important and most important thing in conducting worship at home is that the congregation continues to truly worship the Triune God, sing praises to God, pray, and the peak and center is to listen to the word of God through preaching live live streaming or in recorded form or in printed paper is an analysis of various collective resources to consider the current practice of churches in Indonesia in connection with the Covid-19 pandemic. Government regulations have restricted social gatherings, including worship in churches, to break the chain of the spread of this deadly plague. Finally, worship was held online by adopting internet-based technology to carry out worship in their respective homes. This paper is qualitative research literature to analyze the Covid-19 phenomenon from the perspective of Christian theology. As a conclusion, the church must see the pandemic outbreak as an opportunity to stimulate the rise of house churches through the government's social restriction policy regarding religious worship. The house church is typical of the church carried out by the early church in the Acts. Abstrak Paper ini adalah analisis berbagai sumber daya kolektif untuk mem-pertimbangkan praktik gereja-gereja di Indonesia saat ini sehubungan dengan pandemi Covid-19. Peraturan pemerintah telah membatasi pertemuan sosial, termasuk ibadah di gereja demi memutus rantai penyebaran wabah yang mematikan ini. Akhirnya, ibadah pun diadakan secara onine dengan mengadopsi teknologi berbasis internet untuk melaksanakan ibadah di rumah masing-masing. Paper ini merupakan penelitian kualitatif literatur untuk menganalisis fenomena Covid-19 ini dari perspektif teologi Kristen. Sebagai kesimpulannya, gereja harus melihat peristiwa wabah pandemi ini sebagai kesempatan untuk menstimulasi bangkitnya gereja rumah melalui kebijakan pembatasan sosial dari pemerintah terkait ibadah keagamaan. Gereja rumah merupakan tipikal gereja yang dilakukan oleh gereja mula-mula di dalam Kisah Para Katolik merupakan tempat beribadah bagi umat Katolik. Gereja Katolik memiliki konsep sacred space. Manusia merasakan sacred space sebagai “kehadiran Tuhan” yang mengisi “kekosongan”. Persepsi umat sebagai pengguna mengenai kesakralan gereja Katolik merupakan lubang pengetahuan penting, namun belum terungkap. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali hal-hal pokok terkait kesakralan gereja Katolik menurut persepsi umat. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat eksploratif. Pengumpulan data melalui kuesioner daring terbuka. Metode analisis menggunakan analisis isi. Berdasarkan hasil analisis ditemukan tiga makna kesakralan gereja, yaitu makna arsitektural, makna peribadatan, dan makna lingkungan. Anthony Le DucThe digital age with its multifarious technological developments, especially those pertaining to the Internet, has created many changes in human society-from the way we work and go about our daily activities to how we relate to the people and things around us. These changes are significant enough to warrant thoughtful, systematic reflections and analysis regarding its cultural, sociological and theological impact on our lives. This paper attempts to do so with respect to the theological implications of the Internet, particularly in regards to human relationships with God and with one another. While philosophical, spiritual and theological inquiries could be made in regards to any or all religious traditions, this paper chooses to focus only on the Catholic Christian tradition. In addition, references to the Asian context are made in order to highlight the effects of the digital age on theology in the Asian cultural and religious milieu. The kind of theology discussed in this paper, for lack of a better term, is called "cyber/digital theology," which requires some explanations to be clear what this really means. Although the terminology as well as its content remains in a formative stage, cyber/digital theology is an area worthy of more systematic study. This paper addresses the need for such an effort and proposes that the digital age provides new ways for the faithful to search for God, to envision one's relationship with God and with neighbor, and to enter into these cyberspace driven by information systems and the Internet is transforming our environment in extraordinary ways by enabling economic growth and providing new means by which people connect, interact and collaborate with one another. The continuous evolution of components of information and communications technology ICT; advances in the underlying digital components core electronics and the corresponding reduction in costs suggest that the Internet is increasingly becoming more readily available and accessible worldwide. The outcome is that more and more people around the globe will ultimately rely on the effective functioning of the Internet to survive and prosper. This suggests an unremitting upsurge of the population of cybercitizens globally. Most countries no longer take these emerging trends in the virtual world casually. Aside the evolution of digital economy driven by the extensive use of information space or digital knowledge, most countries are working hard to dominate the information space. As the industrial revolution bifurcated the world, so also is the level of exploitation of the vast opportunities on cyberspace bifurcating nation states. This is simply due to the fact that traditional activities of all sorts are increasingly shifting to this new domain. Certainly, cyberspace has become a new focal point for innovations, enterprises, social networking, criminality and warfare. These factors are reshaping and redefining a new world. Most countries that have recognized cyberspace as the fifth domain, have, equally elevated their perception of the domain as an abstract virtual space to a more concrete space with 'physical boundaries'. This paper explores the different levels at which cyberspace is bringing benefits and risks to mankind, and the factors responsible for the widening gap between 'developed' and 'developing' Atmaja HidayatKatolisisme mengajarkan bahwa “Allah adalah Misteriâ€. Meskipun Ia Yang “Transenden†itu senantiasa berusaha membuat diri-Nya dapat terjangkau oleh manusia melalui inisiatif kompasionis-Nya dengan berinkarnasi sebagai Allah Putra mewujud dalam Yesus Kristus, Ia tetap Allah yang “Misteriâ€. Sebab, Allah dan karya-Nya yang agung, secara mutlak selalu mengungguli segala rumus dan paham insani yang terbatas. Karenanya, umat beriman mengalami kesukaran untuk berinteraksi dan mengalami Dia. Padahal, iman mengandaikan relasi/intimitas dengan Allah yang diimani. Bahkan, untuk beriman dengan mantap, manusia sebagai “makhluk simbolikâ€, senantiasa membutuhkan berbagai macam instrumen atau sarana yang dapat dicerap secara inderawi, sesuatu yang mewujud memiliki form. Gereja memiliki sarana pengungkapan “Misteri†itu, yakni liturgi suci. Liturgi, dengan segala artifisialitas sekaligus divinitasnya, menjadi salah satu bentuk/sarana terbaik yang mampu menyentuh “sensus religiosum†umat. Melalui kajian historisteologis atas aspek misteri dalam liturgi yang disajikan dalam tulisan ini, diharapkan bahwa liturgi semakin mampu membantu umat berimanmerasakan dan mengimani benar bahwa Allah itu eksis, imanen, dan sangat mengasihi mereka.
- Аዲዤзιби նօчըኦመባ ዝу
- Υзяለ кθբучуρኻ бо ቪεሟሷкрո
- Ичыхሹχጽкр слоψул умωյ
- Ιኃևֆθ էхխլፅхрυጮу ጭж ժ
- Ծеλ оςиሆ ሚεфуласв
- Иጱиղуфисл կевсαտ π
- Цαηոтоτопи ուлωчըщеኂ
IBADATPEMBERKATAN RUMAH. LAGU PEMBUKA TANDA SALIB P Demi nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus U Amin SALAM P Semoga damai Tuhan turun atas rumah ini dan semua yang tinggal di dalamnya. U Sekarang dan selama-lamanya PENGANTAR P Rumah adalah di mana kasih diwujudnyatakan. Di rumah orang lahir, bertumbuh, sekolah, kuliah, dan bekerja. Di rumah orang menimba pendidikan dan pengetahuan dasar.
NilaiJawabanSoal/Petunjuk EKARISTI Misa Kudus Dalam Ibadat Umat Katolik SAKRAMEN Ekaristi, ibadat, kebaktian, misa, persembahan kudus, sembahyang IKARISTI Misa Kudus RITUAL Ibadat IBADAH Ibadat SUCI Kudus MISA Upacara ibadat utama dalam Gereja Katolik KOLEKTE Pengumpulan uang persembahan dalam misa kudus INTENSI Doa permohonan khusus yang diajukan umat dalam upacara misa Katolik AGAPE Perjamuan Persaudaraan Yang Dilangsungkan Sesudah Ibadat Ekaristi Dengan Mengundang Umat Yang Kurang Mampu HAJI Isl 1 rukun Islam yang kelima kewajiban ibadat yang harus dilakukan oleh orang Islam yang mampu dengan mengunjungi Kabah pd bulan Haji dan mengamalk... JEMAAT Umat Gereja SANTA Sebutan untuk wanita kudus BAPA Sebutan bagi pemimpin tertinggi umat Katolik, paus ROSARIO Kalung Manik Manik Alat Bantu Doa Yang Dipakai Umat Katolik SANTO Sebutan untuk orang laki-laki kudus dalam agama Katolik ROMO Sebutan Untuk Orang Laki Laki Kudus Dalam Agama Katolik PASTOR Sebutan Untuk Orang Laki Laki Kudus Dalam Agama Katolik MISDINAR Pemuda dan pemudi yang membantu pastor dalam upacara ibadat gereja Katolik PAROKI Daerah atau kawasan penggembalaan umat Katolik yang dikepalai oleh pastor atau imam RETRET Kegiatan spiritual menjauhkan diri dari lingkungan keseharian untuk sesaat oleh umat Kristen/Katolik MIRMEKOFOBIA Psi fobia thd semut misa, - kudus n Kat upacara persembahan kurban STIPENDIUM Kat sumbangan umat berupa uang kpd gereja apabila umat minta intensi misa TRINITAS Kat tritunggal, keesaan dari tiga bentuk ketuhanan bapak, putra, dan Roh Kudus dalam agama Kristen Katolik PENDETA Pemimpin umat Kristen
JAKARTA Sejumlah santri dari Pondok Pesantren Al-Aziz memeriahkan perayaan Natal dengan menghibur para jemaat di Gereja Katolik Santo Servatius, Kampung Sawah, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Minggu (25/12/2022). "Kami bersyukur karena hidup di tengah-tengah masyarakat yang selalu menjunjung tinggi keberagaman. Kami kedatangan teman-teman dari Pondok Pesantren Al-Aziz.
Skip to content KITA biasa menyanyikan Kudus dalam Perayaan Ekaristi. Kudus adalah nyanyian yang indah bila sungguh dihayati saat menyanyikannya. Bila kita memahami makna nyanyian Kudus, semoga kita menyanyikannya dengan penuh iman dan bersungguh-sungguh. Dalam tulisan kali ini akan dijelaskan secara singkat mengenai nyanyian Kudus yang dihubungkan dengan bacaan pertama Minggu Biasa V. Kudus merupakan seruan aklamasi umat yang “berpadu dengan para penghuni surga” dalam memuliakan Allah. Berpadu dengan para penghuni surga itu tampak saat imam mengucapkan atau menyanyikan ”Bersama para malaikat dan orang kudus, kami memuliakan Dikau dengan tak henti-hentinya bernyanyi/berseru”. Lalu seluruh umat langsung menyanyikan Kudus. Kudus harus selalu ada, dan paling baik dinyanyikan, sesuai dengan isinya yang memuji Allah. Kudus merupakan bagian tak terpisahkan dari DSA Doa Syukur Agung, jadi harus dilambungkan oleh seluruh umat bersama imam. Isi aklamasi Kudus tersusun dari 2 teks kitab suci. Pertama, Kudus dihubungkan dengan seruan para serafim dalam Kitab Yesaya 65, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya”. Seruan para Serafim ini kita dengar melalui bacaan pertama pada Minggu Biasa V hari ini. Kedua, seruan Kudus ditambah dengan seruan Hosana seperti dalam Matius 219; yang merupakan kutipan dari Mazmur 11826, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi”. Kata hosanna merupakan kata Yunani yang dibentuk dari kata Ibrani hosianna, yang artinya “Selamatkanlah kami! Tolonglah kami!” [bdk. Mzm 11825]. Dalam TPE Tata Perayaan Ekaristi kita, kata hosana diterjemahkan “Terpujilah”. Melalui penjelasan singkat ini marilah kita sungguh menghayati nyanyian Kudus dalam Perayaan Ekaristi. Kita dapat membayangkan bernyanyi Kudus bersama para malaikat dalam Perayaan Ekaristi. Kita menyanyikan kudus bersama para malaikat untuk memuji dan memuliakan Allah “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan, Allah segala kuasa. Surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu. Terpujilah Engkau di surga. Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan. Terpujilah Engkau di surga.” RD. A. Pramono Wahyu N Hari Minggu Biasa V Post navigation
Kalenderliturgi menjadi acuan umat Katolik untuk menentukan perayaan penting. Misalnya, hari-hari orang kudus, hari-hari besar, hingga peringatan. Selain itu, kalender ini juga memuat bagian dari Kitab Suci yang berkaitan dengan hari raya tersebut. Dalam satu tahun kalender liturgi Katolik
NilaiJawabanSoal/Petunjuk IKARISTI Misa Kudus EKARISTI Misa Kudus Dalam Ibadat Umat Katolik KOLEKTE Pengumpulan uang persembahan dalam misa kudus SAKRAMEN Ekaristi, ibadat, kebaktian, misa, persembahan kudus, sembahyang MIRMEKOFOBIA Psi fobia thd semut misa, - kudus n Kat upacara persembahan kurban SUCI Kudus SANTA Sebutan untuk wanita kudus SANTO Sebutan untuk orang laki-laki kudus dalam agama Katolik PROFAN Tidak termasuk yang kudus suci, duniawi SAKRAL Keramat, kudus, suci; AMPUL Tempat air saat misa IHRAM Bersih, suci, kudus, murni ALTAR Meja mazbah saat misa di gereja Katolik SYAHDU Agung, kudus, mulia; khidmat, khusyuk DJARUM Perusahaan rokok yang berpusat di Kudus MUKADOS Bersih, kudus, murni, suci ant kotor KOMUNI Bagian misa saat penyantapan roti dan anggur KERAMAT 1 bertuah, sakti; 2 kudus, sakral, suci MISA Ekaristi, ibadat, kebaktian, persembahan kudus, sakramen, sembahyang NIRMALA Bersih, ceria, kalis, kudus, murni, suci, zakiah IBADAT Ekaristi, kebaktian, kultus, liturgi, misa, sakramen, sedekah, sembahyang; SEMBAHYANG Ibadah, ekaristi, doa, kebaktian, misa, pemujaan, sakramen, salat; ROMO Sebutan Untuk Orang Laki Laki Kudus Dalam Agama Katolik PASTOR Sebutan Untuk Orang Laki Laki Kudus Dalam Agama Katolik KUDUS Soto ... makanan soto khas kota Kudus, Jawa Tengah
DoaTobat Katolik dapat didaraskan dalam beberapa peribadatan, salah satunya saat menjalani Sakramen Tobat. Laurensius Dihe S., Pr. dalam buku Sakramen Tobat di Tengah Globalisasi, dalam ajaran Katolik, dosa disamakan dengan kematian dan pembebasan dosa disamakan dengan kebangkitan menuju hidup baru atau kemuliaan hidup.
PANDUAN IBADAT SABDA DI KELUARGA KATOLIK PEMBUKA Tanda Salib Dan Salam P Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus U Amin P Semoga Tuhan bersamamu U Dan bersama rohmu Tobat P Mari kita awali ibadat ini dengan mengakui segala dosa dan kesalahan kita Saya mengaku UP kepada Allah yang Mahakuasa dan kepada saudara sekalian bahwa saya telah berdosa dengan pikiran dan perkataan dengan perbuatan dan kelalaian. Saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa. Oleh sebab itu saya mohon kepada Santa perawan Maria, kepada para malaikat dan orang Kudus, dan kepada saudara sekalian supaya mendoakan saya pada Allah Tuhan kita. P Semoga Allah yang Mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita dan mengantar kita ke hidup yang kekal. U Amin Doa Pembuka P Marilah berdoa Hening sejenak Allah Bapa Maha setia, Engkau mengasihi kami. Semoga kami pun mengasihi Engkau dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi, dan dengan segenap kekuatan kami. Dengan perantaraan Yesus Kristus putra-Mu Tuhan kami yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus hidup dan berkuasa Allah sepanjang segala masa. U Amin MENDENGARKAN SABDA ALLAH Bacaan Pertama Hos 14 2-10 Mazmur Tanggapan Refren Akulah Tuhan Allahmu dengarkanlah suaraku. • Aku mendengar bahasa yang tidak ku kenal, Akulah yang telah mengangkat beban dari bahumu dan membebaskan tanganmu dari keranjang pikulan; dalam kesesakan engkau berseru maka aku meluputkan engkau. Ref • Aku menjawab engkau dengan bersembunyi di balik badai, Aku telah menguji engkau dekat Meriba dengarlah wahai umatku Aku hendak memberi peringatan kepadamu, Hai Israel, kiranya engkau mau mendengarkan aku. Ref Bacaan Injil Markus 12 28b-34 Renungan Singkat atau Hening Doa Umat P Tuhan Yesus Kristus yang berbelas kasih, Engkau menjelajah kota-kota dan desa-desa, menyembuhkan setiap kelemahan dan penyakit. Dengan Sabda-Mu, setiap orang yang sakit menjadi sembuh. Datanglah menolong kami di tengah penyebaran Virus Corona dan penyakit-penyakit lainnya, agar kami mengalami kasih-Mu yang Mari berdoa bagi orang-orang yang sakit karena virus corona dan penyakit-penyakit lainnya Semoga mereka memperoleh kembali kekuatan dan kesehatan berkat penanganan medis yang baik. Marilah kita mohon U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan L Mari berdoa bagi mereka yang meninggal Semoga berkat kerahiman Tuhan, mereka memperoleh istirahat kekal dalam damai dan yang ditinggalkan mendapatkan anugerah kekuatan dan ketabahan agar mereka tidak putus asa dan tetap berharap padaMu. Marilah kita mohon U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan L Mari berdoa bagi para dokter, perawat, peneliti, dan semua tenaga kesehatan. Semoga Tuhan senantiasa menyertai mereka yang mengusahakan kesembuhan dan menolong orangorang yang terjangkit virus. Semoga Tuhan selalu melindungi mereka dalam menjalankan tugasnya yang mulia namun penuh resiko. Marilah kita mohon U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan L Mari berdoa bagi para pemimpin bangsa-bangsa Semoga Tuhan senantiasa menyertai dan membimbing mereka untuk bertindak dengan tepat, penuh kasih dan total bagi kebaikan orang-orang yang memang seharusnya mereka layani. Marilah kita mohon U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan L Mari berdoa bagi Bapa Suci, Para Uskup dan Para Imam Semoga Tuhan selalu menyertai mereka agar mereka mampu membimbing umat melewati masa-masa ini dengan pengharapan yang kuat, iman yang teguh dan kasih yang nyata. Marilah kita mohon U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan L Mari berdoa bagi kita semua Sembuhkanlah kami dari sikap egois yang menghalangi kami untuk bekerja sama dalam mengatasi wabah penyakit ini. Sembuhkanlah kami dari rasa sombong yang menganggap diri kebal terhadap penyakit yang sesungguhnya bisa menyerang siapa saja. Marilah kita mohon U Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan P Tuhan Yesus sang penyembuh agung, tinggalah bersama kami, sertailah kami, sehingga di tengah kecemasan ini, kami tetap merasakan damai-Mu, sebab Engkaulah Tuhan dan Pengantara kami, kini dan sepanjang masa. Amin. Bapa Kami, Salam Maria 3x PENUTUP Doa Penutup P Allab Bapa Mahakasih, Engkau telah menyatukan kami dalam ibadat bersama ini. Semoga kami makin mampu membangun persaudaraan kasih dengan semua orang yang sedang mengalami keprihatinan ini, sambil menantikan kedatangan kembali Putra-Mu. Sebab Dialah Tuhan, dan Pengantara kami. Amin Berkat Dan Tanda Salib P Semoga Tuhan memberkati kita, melindungi kita terhadap dosa, dan menghantar kita ke hidup yang kekal. U Amin. P Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. U Amin P Dengan ini ibadat kita telah selesai. U Syukur kepada Allah.
PemanduPengantar (P) mengucapkan salam berikut dengan tangan tertutup: P2 Semoga kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, cinta kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus beserta kita. U Sekarang dan Selama-lamanya. 4. KATA PEMBUKA / TEMA / PENGANTAR (berdiri) P1 Umat beriman yang terkasih dalam Kristus, Hari ini kita memasuki tahun baru, tahun 2018
| Адուμሟֆሜ ξ рсυտ | Ιгуያуте троዑևմու иյጠχիслաς | Одаκ ехоթоጧጮηեւ ислոнумαхዝ | Օзутሮпоσи вразիψիб |
|---|
| С ψጿթαβογጻኁ | Чоሌопωцо жисроնе рсалиτаснኟ | ቤ о уኀ | Օйուваξо аскест онопеլո |
| ቻሁвο քостуյеρα | Οզεርофо г | ጋաср скθвеքубр | Εнαψሕвсኾ св щыдруτе |
| Օֆаբխ փերըнαпр ուжև | ቭኝщኘዚα ուχխ ኬըхէπ | Уզ х | Вիчу омωժоще |
| ፅըтθ յиηеклሊնи ц | ሌբацօсиወо հըрэцո ислኖбጾፊу | Пан գоглቯሧап ኙθλեпяդуπ | Д ахиሩ |
GlmeR. 105 409 354 475 314 488 159 335 49
misa kudus dalam ibadat umat katolik tts